Sedikit akan berbagi sebuah kisah inspiratif dari seorang
pemuda bernama Said bin Ibrahim.
Pada suatu ketika Said bin Ibrahim berjalan di sebuah
perkampungan dan menemukan sebuah Jambu yang baru saja jatuh dari pohonnya.
Seketika itu, Said bin Ibrahim pun memakan buah jambu itu sampai setengahnya.
Setelah buah jambu itu tersisa setengahnya, Said bin Ibrahim pun tersadar bahwa
yang dimakan itu adalah bukan miliknya. Seketika itu, Said bin Ibrahim merasa
bersalah karena telah memakan sesuatu yang bukan haknya (miliknya).
Merasa telah memakan buah jambu yang bukan miliknya itu, Said
bin Ibrahim pun berusaha menemui pemilik pohon jambu tersebut. Tak berapa lama
kemudian, pemilik pohon jambu itu berhasil ditemui. Said bin Ibrahim pun
mengajukan permohonan maaf kepada sang pemilik dan meminta untuk dihalalkan
buah jambu yang telah masuk kedalam perutnya.
Sang pemilik, tidak serta merta mengabulkan permohonan maaf Said
bin Ibrahim. Pun juga tidak serta merta menghalalkan setengah buah jambu yang
telah masuk ke dalam perut Said bin Ibrahim. Sang pemilik bersedia memberi maaf
dan menghalalkan buah jambu itu dengan satu persyaratan yaitu : Said bin
Ibrahim harus bersedia menikahi anak gadis dari Sang pemilik jambu itu. Namun,
sebelumnya, sang pemilik menjelaskan bahwa anak gadisnya adalah seorang yang tuli, bisu,
buta dan lumpuh.
Mendengar persyaratan tersebut, Said bin Ibrahim pun
terkejut. Pertanyaan yang menghantuinya adalah bagaimana mungkin ia menikahi
seorang gadis yang tuli, bisu, buta dan lumpuh? Namun, karena merasa perbuatannya
yang telah memakan sesuatu yang bukan miliknya dapat diganjar neraka oleh Allah
Swt, dan atas dasar rasa takut kepada Allah Swt, maka Said bin Ibrahim pun
menyanggupi persyaratan sang pemilik jambu tersebut.
Akhirnya, pada saat itu juga dihadirkanlah 2 orang saksi dan
diadakan pula mahar untuk menjalankan proses ijab-qobul. Akhirnya, Said bin
Ibrahim dan Anak Gadis Sang pemilik Jambu pun resmi sebagai pasangan
suami-isteri. Mertuanya (sang pemilik pohon jambu) pun menyuruh Said bin
Ibrahim mendatangi isterinya.
Said bin Ibrahim pun mendatangi isterinya yang telah
menunggu di dalam kamar. Ketika memasuki kamar isterinya, Said bin Ibrahim pun
mengucapkan salam dan seketika itu dijawab oleh isterinya dengan jawaban salam
pula. Sang isteri yang memakai cadar tersebut pun melangkahkan kaki ke arah Said
bin Ibrahim. Namun, belum sampai sang isteri di hadapannya, Said bin Ibrahim
pun segera kembali ke mertuanya dan bertanya, kenapa sebelumnya disebutkan
bahwa sang isteri adalah gadis yang tuli, bisu, buta dan lumpuh padahal sang
gadis bisa menjawab salam-nya dan berjalan kearah-nya?
Akhirnya, sang mertua menjelaskan hal-hal berikut kepada Said
bin Ibrahim :
1. Saya bilang dia Tuli karena anakku tidak pernah mendengar
omongan-omongan yang tidak bermakna.
2. Saya bilang dia Bisu karena anakku tidak pernah berkata sesuatu yang sia-sia.
2. Saya bilang dia Bisu karena anakku tidak pernah berkata sesuatu yang sia-sia.
3. Saya bilang dia Buta karena anakku tidak pernah melihat
sesuatu yang tidak bermanfaat.
4. Saya bilang dia Lumpuh karena anakku tidak pernah
berjalan dan melangkahkan kaki ke tempat-tempat maksiat.
Seketika itu, Said bin Ibrahim pun mengerti makna dari
kejadian-kejadian yang telah ia lalui sebelumnya. Ia percaya bahwa ini adalah
bagian dari karunia Allah Swt yang memberikan dia hadiah (jodoh) yang baik karena kebaikan hatinya
Akhirnya, kedua insan tersebut membentuk keluarga yang
sakinah, mawaddah, warahmah dan dikaruniai anak yang salah satunya adalah : Abu
Hanifah, yang kemudia kita kenal sebagai salah satu Imam Mazhab (Mazhab
Hanafi).
Semoga bermanfaat. @andiauliar
sumber gambar : http://ri32.wordpress.com
Semoga bermanfaat. @andiauliar
sumber gambar : http://ri32.wordpress.com