Kisah ini diambil dalam Buku "Agar Allah Selalu Memberi Jalan Keluar" karya Abu Firly Bassam Thaqiy
Adalah Ali Syaqiq bin Ibrahim Al Azdi yang hidup di daerah Balkh pada kurun abad ke 8 M. Selain berdagang, ia ikut berperang juga di medan jihad.
Suatu waktu, ia menunaikan ibadah haji ke Makkah. Dalam perjalanannya ke Ka'bah dia singgah di Baghdad dan bertemu dengan Khalifah Harun Al-Rasyid di Istana Raja.
"Wahai Syaqiq, berilah aku nasihat!" sahut Khalifah. Syaqiq pun mulai memberikan nasihatnya.
"Allah Yang Maha Besar telah memberimu kedudukan Abu Bakar dan Dia menghendaki kesetiaan darimu. Allah memberimu kedudukan Umar yang dapat membedakan kebenaran dan kepalsuan, maka Dia menghendaki hal yang sama darimu. Allah memberimu kedudukan Utsman yang memiliki kesederhanaan dan kemuliaan. Allahpun juga memberimu kedudukan Ali yang Dia berkahi dengan kebijaksanaan dan sikap adil, maka bijaksana dan adillah"
Khalifah tampak sungguh-sungguh mendengarkan uraian Syaqiq; Lanjutkan," pinta sang khalifah.
"Allah mempunyai tempat yang diberi nama neraka. Ia mengangkatmu menjadi penjaganya dan mempersenjataimu dengan 3 hal, kekayaan, pedang dan cemeti untuk mengusir mereka dari neraka. Jika ada yang datang meminta pertolonganmu, janganlah bersikap kikir (kekayaan). Jika ada yang menentang perintah Allah, perbaikilah dirinya dengan cemeti. Dan jika ada yang membunuh saudaranya, tuntutlah pembalasan yang adil dengan pedang itu," lanjut Syaqiq.
"Tambah lagi," desak Raja Harun Al Rasyid.
"Engkau adalah sebuah telaga dan anak buahmu adalah anak sungainya. Apabila telaga itu airnya bening, maka niscaya tidak akan keruh anak-anak sungai itu. Namun apabila telaga itu keruh, bagaimana mungkin anak-anak sungai akan bening?"
"Teruskan," seru Raja Harun Al Rasyid penasaran.
"Seandainya engkau hampir mati kehausan di tengah padang pasir dan pada saat itu ada seseorang menawarkan segelas air, berapakah harga yang berani engkau bayarkan untuk mendapatkan air itu?" tanya Syaqiq kepada Raja Harun Al Rasyid.
"Aku akan memberikan setengah dari kerajaanku," jawab sang Khalifah dengan mantap.
"Kemudian andaikan pula air yang telah engkau minum itu tidak dapat keluar dari tubuhmu sehingga engkau terancam binasa, maukah engkau menyerahkan kerajaanmu yang separuhnya lagi untuk mendapatkan kesembuhan?" tanya Syaqiq lebih lanjut.
"Akan kuterima tawaran itu," tegas Raja Harun Al Rasyid.
"Maka mengapa engkau membanggakan diri dengan sebuah kerajaan yang harganya hanya segelas air yang engkau minum lantas engkau keluarkan lagi?"
Mendengar nasihat itu, khalifah pun menangis. Tak lama kemudian, ia melepas kepergian Syaqiq dengan penuh kehormatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar