Oleh : Andi Aulia Rahman (Mahasiswa FHUI Angkatan 2011)
Status “gawat darurat” Partai Demokrat menghiasi media
beberapa minggu terakhir ini. Berdasar kepada menurunnya elektabilitas Partai
Penguasa ini, Majelis Tinggi Partai Demokrat akhirnya mengeluarkan 8 langkah
penyelamatan partai. Singkatnya, langkah tersebut adalah dengan pengambilalihan
kepemimpinan partai yang selama ini dipegang oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
yang dikomandoi oleh Ketua Umum Anas Urbaningrum kepada Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Namun, langkah penyelamatan tersebut mengundang reaksi yang
sangat keras dari berbagai kalangan, baik itu para pengamat politik, politisi
bahkan dari masyarakat luas. Reaksi tersebut bukan karena adanya langkah
penyelamatan Partai Demokrat yang dilakukan oleh Majelis Tingginya, melainkan
reaksi yang dimaksud adalah dikarenakan langkah penyelamatan tersebut
dikomandoi oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Majelis Tinggi
yang juga merupakan Presiden RI. Presiden kita.
Ujung-ujungnya rakyat juga yang kena imbasnya. Rakyat kini
menjadi cemas dan bertanya-tanya : Bagaimana kemudian prioritas kinerja seorang
SBY yang disatu sisi memegang kendali Majelis Tinggi dan di sisi lainnya
sebagai Presiden RI hasil pilihan rakyat? Akankah SBY masih memikirkan
rakyatnya ditengah berbagai persoalan politik,ekonomi,sosial budaya yang
menghantam? Tentu saja, secara logis dapat dikatakan bahwa dengan turun
langsungnya SBY mengurusi internal Partai Demokrat ini akan secara langsung
mengganggu kinerjanya di Pemerintahan dan pada akhirnya, tingkat kepuasan
rakyat kepada Pemerintah akan semakin menurun. Padahal, pemerintahan SBY tidak
lama lagi akan berakhir, yakni kurang lebih sekitar 20 bulan lagi
Turun langsungnya SBY dalam mengurusi internal Partai
Demokrat ini juga berimbas kepada turunnya kepercayaan publik kepada pemerintahan
SBY. Pasalnya, beberapa bulan sebelum adanya keputusan pengambil alihan Partai
Demokrat ini, SBY berpesan kepada para
menterinya yang nota bene adalah orang partai,
bahkan beberapa diantaranya adalah Ketua Umum Partai, untuk lebih fokus pada
kinerjanya sebagai menteri. Pernyataan
ini jelas sangat kontradiktif. Oleh karena itu, dampak yang juga akan muncul
adalah adanya suri teladan yang negatif kepada para menteri. Pemimpin
kabinetnya saja begitu. Ya begitulah kira-kira anggapan sang menteri. Tak mengherankan
pula, jika dalam Survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI) ,
dijelaskan bahwa 57,78 persen publik yang tidak puas dengan kinerja
menteri-menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II hingga saat ini.
Atas fenomena ini, saya mendukung pendapat banyak pihak yang
menganggap fenomena ini adalah bagian daripada “poligami politik” yang
dilakukan oleh SBY. Layaknya seorang lelaki yang berpoligami, maka lelaki itu
dituntut untuk berlaku adil dan membagi cintanya terhadap kedua isterinya.
Tapi, bagi saya poligami itu tidak baik, susah untuk berlaku adil, dan pada
akhirnya akan ada satu yang dikorbankan. Dan oleh karenanya, menurut saya,
problematika ini akan dapat diselesaikan dengan cara SBY haruslah fokus memilih
satu diantara dua tugas berat ini. Kalaupun pada akhirnya harus memilih untuk
fokus mengurusi internal Partai, SBY harus melakukan cuti dari jabatannya
sebagai Presiden. Mekanisme cuti ini dapat dilihat dari kasus yang terjadi di
beberapa negara yakni Presiden Ekuador yang cuti karena fokus kampanye partai
ataupun Obama yang pernah cuti untuk liburan.
Akan tetapi, sebagai negarawan, tentu rakyat sangat
menyarankan agar SBY tidak memilih hal diatas (mengurusi partai) melainkan
lebih memilih untuk fokus pada kinerjanya sebagai seorang Presiden. Tidak bisa dpungkiri bahwa Indonesia saat ini
membutuhkan kinerja pemerintahan yang lebih fokus dalam mengurusi rakyat dan
salah satu caranya adalah kepemimpinan yang kuat melalui komando seorang
Presiden.
Sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang sedang
mengemban amanah besar dari rakyat, tentu saja SBY sudah selayaknya memfokuskan
diri untuk mengurusi kepentingan rakyat. Bukankah sejatinya, setelah seseorang diangkat menjadi Presiden , maka seketika itulah amanah untuk
membangun bangsa ini melalui kinerja yang maksimal diembannya?
Semoga SBY lekas sembuh dari “poligami politik” ini.
sumber gambar : www.google.com