Hari ini boleh jadi adalah hari yang bersejarah bagi sepakbola Indonesia. Kekalahan yang sangat tragis terjadi saat Timnas kalah telak 10-0 dari Bahrain, tim yang pernah kita kalahkan 5 tahun silam di Piala Asia 2007. Tapi seluruh masyarakat Indonesia sudah tau pasti, siapa biang keladi dari kekalahan ini. Siapa lagi kalau bukan PSSI-nya Djohar Arifin Husen. Bukti nyatanya adalah bagaimana bisa PSSI mengirimkan Timnas yang materi pemainnya tidak dikenal masyarakat. Rendi Irawan, Taufiq, Hengky Ardiles, dll yang membela timnas vs bahrain hari ini bukannya pemain yang tidak berkualitas, tapi pengalaman bertanding internasional yang tidak ada, sehingga membuat mereka tidak mampu mengimbangi Bahrain yang bermain sangat bagus dan mengandalkan permainan yang kolektif. Jadilah skor 10-0 !
Kalau mau dirunut kebelakang, pangkal permasalahannya adalah polemik di tubuh PSSI. Kondisi liga yang terbagi dua saat ini dijadikan alasan oleh PSSI untuk tidak mengikutkan BP, M.Ilham, Boaz, dll kedalam timnas. Padahal, pemain-pemain semacam itulah yang dibutuhkan untuk menghadapi pertandingan internasional. Tapi apa mau dikata, egoisme dari para pengurus PSSI itu membuat Timnas seakan berada di titik nadir dalam hal prestasi. Ini jelas sangat mengkhawatirkan, mengingat saat ini Indonesia sedang merintis sepakbola ke arah yang lebih profesional.
Membicarakan Timnas, saya jadi teringat ketika diadakan Kongres Pemilihan Ketum PSSI, yang pada akhirnya terpilihlah Djohar Arifin. Waktu itu, saya sangat yakin bahwa dibawah kepemimpinan Djohar, PSSI akan lebih baik lagi. Hal ini saya yakini, mengingat waktu jumpa pers atau dalam berbagai wawancara, ide dan semangat Djohar untk membenahi PSSI sangat tinggi. Namun, dalam perkembangannya, ternyata Djohar tidak lebih baik dari para pendahulunya. Bahkan, saya berani mengatakan bahwa Era Djohar masih kalah dari Era Nurdin Halid dari sisi keteraturan organisasi. Bayangkan saja, kompetisi terbagi jadi dua, dan justru yang dijadikan kompetisi legal adalah kompetisi yang tidak jelas asal usul nya (LPI). Ini menjadi suatu bukti yang nyata betapa Djohar Arifin sangat gampang untuk disetir oleh bos LPI, Arifin Panigoro. Egoisme PSSI juga berdampak pada tidak adanya pembinaan usia dini bagi anak-anak dan remaja. Banyak sekali anak-anak dan remaja yang jago main bola, akan tetapi terhambat progress nya karena tidak adanya kompetisi yang menampung bakat mereka. Jadilah regenerasi kita terhambat, dan jelas, akan semakin sulit untuk berprestasi.
Egoisme PSSI telah mengakibatkan banyak masalah dalam persepakbolaan negara kita. Dibutuhkan suatu kolektifitas dan sinergitas dalam membangun apapun, termasuk persepakbolaan. Satu hal yang saat ini bisa diharapkan adalah Kongres Komite Penyelamat sepakbola Nasional bisa berjalan dengan lancar, bulan Maret depan. Sehingga hasilnya bisa terpilih Ketua Umum PSSI yang lebih berkompeten dan independen. Sudah saatnyalah PSSI lebih mengandalkan kolektifitas , bukan Egosime semata. Salam Olahraga, Salam Sepakbola !!!
Salam Kolektifitas :D